Kali ini ngomongin buku keluaran Gusmuh alias Muhidin M. Dahlan dengan warna cover yang mencolok dan desainnya yang menggunakan konsep surealisme berjudul Mencari Cinta. Kalau kalian menilai buku ini super "bucin" (budak cinta), itu salah besar sama sekali! Karena buku ini sangat menuntunku apa makna dari cinta yang sesungguhnya sampai kepada mengasah kepribadian kita yang lebih baik dan utuh. Bener-bener mikir banget bacanya tapi tetap seru abis, keren!
Aku mengilhami buku ini tuh malah seperti buku pelajaran yang terdapat beberapa teori disertai alkisah—seperti contoh kasus kalau di buku pelajaran sains atau sosial. Dari cara menuangkan pikirannya kedalam tulisan, penulis sepertinya sangat seru kalau diajak debat, menghayati sesuatu, menemukan jati diri— ya seperti buku ini, mencari cinta. Esensial sekali. Penulisnya idealis dan kritis sehingga cerita cinta ini dikemas menarik bukan tentang cinta-cintaan remaja. Menurutku, buku non fiksi itu hampir sama seperti buku pelajaran, jadi konsep Book Talks kali ini agak berbeda dari sebelumnya; yakni aku bakal merangkum dari setiap bab buku ini.
By the way, buku ini aku dapat di bazar acara literasi di Bandung seharga 50 ribu rupiah. Tepatnya di halaman Gedung Sate dengan nama acara Bandung Readers Festival, tanggal 7 November 2019. Langsung aja, ini dia rangkuman dari tiap bab Gusmuh yang punya 11 judul bab ditambah prolog dan epilognya.
PROLOG: MELIRIK SETELAH ITU PELUKAN
Bahwa seorang aktivis pun bisa bebas memilih cinta jenis apa yang dianutnya. Seperti cinta erotis yang dia simpan sendiri dengan perempuan mana saja. Tak apa, kita bisa memilih cinta jenis apa saja. Mungkin tiap masanya kita akan selalu merevisi jenis cinta yang kita pilih itu. Kata penulis—pesannya, cara dan berkesikapan terhadap bunga-bunga yang ditumbuhkan oleh cinta menunjukan tingkatan kualitas kematangan Anda.
KESATU: MENCARI CINTA DALAM ARUS ZONA MABUK TEKNOLOGI
Dunia ini adalah manusia-manusianya yang telah disergap sebuah kehampaan batin. Buku-buku "how to", "kiat-kiat menjadi", "cara agar", "langkah-langkah untuk", dan buku swabantu lainnya menjadi produk kesukaan zombi-zombi yang gila dicintai. Mereka, manusia, eh zombi ini lupa bahwa mencintai adalah bentuk yang paling hebat dibanding dicintai. Politisi yang mengandalkan lidahnya berusaha untuk tidak kehilangan suara pendukung, istri-istri menyodorkan anggaran yang semakin membengkak agar tetap dan selalu dicintai suaminya. Erich Fromm menyebut masyarakat ini adalah realitas yang sakit. Salahnya, kita selalu diajari bahwa proses mencintai itu bukanlah proses belajar untuk mencapai tingkat kehidupan yang lebih baik. Bukannya "learn to love" tapi malah "fall in love".
KEDUA: BENTUK DAN JENIS CINTA
- Cinta Erotis: seberapa banyak wanita yang telah dikencani dengan berbagai gairahnya. Eros dan egosentrisme dengan sifat labil-posesif.
- Cinta Rasional: apresiasi terhadap keindahan sebagai bentuk cinta yang merupakan perpaduan jiwa dan akal. Berorientasi dogma moral. Eros terasa menjijikan bagi mereka.
- Cinta Romantis/ Flamingo: cinta adalah milik rasa. Hanya rasa. Labil-posesif karena cinta sekadar perasaan. Dimana perasaan bisa berubah. Puitis dan melulu memperdongengkan rasa kepada siapa saja yang mau dan berselera.
- Cinta religius/ Agape: sebentuk ritus pencerahan diri total kepada Sang Kasih. Tanpa dalih dan keluh. Orientasi yang melampaui tubuh, akal, dan rasa. Seksus dan eros berganti menjadi sifat personal dan ultrapersonal. Cinta ini cinta yang menerima orang lain apa adanya. Berat. Dibutuhkan juang yang panjang dalam proses "kemenjadian" manusia.
KETIGA: KEKUATAN CINTA
Cinta mengubah sikap, sifat bahkan kebiasaan buruk sebelumnya menjadi sesuatu dan gairah yang lebih baik. Radius keinginan pun menambah ketika manusia mempunyai anak. Lelaki menjadi semangat bekerja, wanita yang sigap terbangun saat bayi menangis dan perlu disusui. Itulah kekuatan cinta. Namun langgeng atau fananya cinta tergantung objek yang menjadi sandaran. Jika tampang, harta, anak, istri, dan kekuasaan menjadi sandaran maka hanya tinggal menunggu rezim bernama waktu untuk melenyapkannya dan selalu ditimpa kekecewaan. Apabila cinta disandarkan kepada yang Maha Agung (memerintah dan mengendalikan), maka cintanya akan kokoh. Cintanya akan sejati.
KEEMPAT: CINTA ADALAH KERINDUAN
Cinta➡️Keriduan➡️Harapan➡️Mabuk Cinta
Kerinduan mengajak kita untuk bervakansi ke masa silam. Mengingat tatkala pertama kali bertemu dan sang Cupido menembakan panahnya. Namun kerinduan juga menimbulkan kecewa dan tangis. Maka mestinya kita harus selalu bertransformasi tanpa putus dan jangan terlampau tinggi harapan yang dilambungkan karena potensi jatuhnya juga sangatlah besar.
KELIMA: CINTA ADALAH KEBERSAMAAN
Untuk menemui diri sendiri, manusia harus lebih dahulu menyadari dirinya ditemui orang lain. Maka manusia makhluk dialogis, perlu berkomunikasi. Tak jarang terdapat energi tarik menarik, berusaha mendominasi dalam hubungan itu. Membangun dialog dalam takaran cinta memang tidaklah mudah. Dan ketidakmudahan itu disebut cinta sejati, autentik. Yaitu diperlukan pengorbanan dan tidak egois.
KEENAM: MEMBERI DAN MENERIMA KARENA CINTA
Pada dasarnya, cinta adalah keseimbangan (give and take). Jika tidak seimbang, bahkan hanya meminta (menerima), itu namanya dominasi. Ada juga ia merasa pantas "menerima" saja karena ia pun pantas diberi/ dicintai. Itulah yang dinamakan manipulasi, dan dianggap tidak dapat mengembangkan pribadi. Maka haruslah menjadi pribadi pencinta; tanpa dominasi, menerima apa adanya. Karena ia sadar bahwa cinta hak dan milik semua orang. Pribadi pencinta mampu menghayati dan menghargai satu sama lain. Maka dari itu, pemilik pribadi pencinta mencakup segala kecerdasan (emosi, sosial, dan spiritual).
KETUJUH: CINTA SEBAGAI SEBUAH PRINSIP
Cinta bisa menjadi prinsip (nilai atau takaran atas manusia) karena cinta yang membedakan manusia dengan makhluk lain. Kata Erich Fromm, jika cinta menjadi jalan dan pandangan hidup, maka kita bisa menjadi Tuhan. Dengan kata lain—meniru gerak dan sifat Tuhan, rahasia-rahasia kehidupan akan selalu dilewatinya, layaknya jalan cinta yang dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib (halaman 87).
"Cinta itu api, apa pun yang dilewatinya akan terbakar/ Cinta itu cahaya, apa yang dikenainya akan bersinar/ Cinta itu langit, apapun yang dibawahnya akan ditutupinya/ Cinta itu angin, apa pun yang ditiupnya akan digerakannya/ Cinta itu seperti air, dengannya hidup segalanya/ seperti bumi, Cinta bisa menumbuhkan semuanya....."
KEDELAPAN: CINTA ADALAH KECOCOKAN HATI
Pernahkan kalian mendengar kalimat "orang baik dipasangkan dengan yang baik?" Kalimat itu memang berlaku adanya. Kecocokan hati itu seperti cermin, menggambarkan kesamaan sikap dan kelembutannya. Lebih jauh lagi, kecocokan hati sama dengan kecocokan jiwa dalam arti mempertemukan tujuannya dengan tujuan orang yang dicintainya. Bukan sekadar keelokan saja. Dan itulah cinta sejati.
KESEMBILAN: CINTA MENUNTUT KETUNGGALAN DAN BAIK-BURUK KECEMBURUAN
Pada fitrahnya, manusia tidak ingin diduakan atau dimadu. Tuhan saja tidak suka diduakan apalagi manusia. Rasa ketunggalan itu menghadirkan kecemburuan. Ada cemburu positif, yaitu mencipta dan menjemput aura kebebasan. Ada cemburu negatif yang melahirkan dominasi, penindasan, dan penyiksaan.
KESEPULUH: MENCARI CINTA DALAM AURA DIRI SANG IBU
"Perempuan lebih dahulu belajar menebar cinta dan kasih sayang terhadap makhluk lain dibanding laki-laki."
"Kasih ibu adalah dasar bagi perkembangan humanisme."
"Ibu memiliki sifat welas asih dan segala sesuatu yang lembut."
"Ibu adalah pelanjut dari kasih sayang Tuhan kepada seluruh manusia."
"Ibu adalah hatinya, nuraninya, jantung pemacu kehidupan berumah tangga dan bermasyarakat."
"Ibunda" "Ibunda" "Ibunda," kata Sang Rasul. Manis sekali bukan?
KESEBELAS: CINTA DALAM PENGARUHNYA DALAM MEMBENTUK KEPRIBADIAN UTUH
Cinta versi filsuf: Eros (keinginan mengambil bukan memberi/ ego); Philos (cinta tumbuh dari persahabatan mendalam/ empati; Agape (keinginan diterima, kedambaan untuk memberi segalanya tanpa syarat/ berkorban)
- Manusia utuh: manusia yang sadar dan tanggungjawab dalam mengatur hidup secara seimbang.
- Kesulitan mendefiniskan manusia utuh disebabkan manusia dinamis dan penuh kejutan.
- Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling misterius yang malaikat pun harus bersujud dihadapannya.
Ciri watak dan ekspresi sikap hidup manusia utuh (Thoby M. Karaeng):
- Jujur: manusia yang terbuka dan hidup bagi orang lain tanpa mencari keuntungan dan kepentingan diri sendiri melulu;
- Setia (pribadi integral): kesetiaan dan kepercayaan memungkinkan semakin meluasnya jangkauan pengaruh seorang manusia utuh terhadap orang lain/ pribadi lain;
- Bijaksana: cinta dan pengertian menjadi mercusuar kebijaksanaan manusia dalam seluruh kegiatan yang memberi isi dan nilai kepada hidupnya sekaligus menjadi manusia untuk orang lain;
- Taat: kemauan adalah disiplin yang identik dengan ketaatan. Tanpa displin dan taat, hidup manusia berada dalam proses kehancuran, tidak ada konsentrasi, apalagi orientasi;
- Keberanian: "Keberanian tidak datang begitu saja. Keberanian harus dipelajari. Lebih jauh dari itu, keberanian harus diamalkan." —Pramoedya Ananta Toer.
- Tenang: menerima diri sendiri dan mengakui secara sportif, menguasai diri dari segala goncangan alias kesabaran, seni mendengarkan (merasa diri terlibat dalam proses komunikasi);
- Rasa Hormat: penghargaan terhadap orang lain, menghargai dan menghormati kepribadian.
Gimana? Teoritis sekali bukan rangkuman dari buku non fiksiku ini? Udah pakai ciri-ciri menurut sang ahli pula hehe. Kesimpulannya, menurut penulis cinta itu punya beberapa tingkatan yang menggambarkan kualitas pribadi setiap orang pula. Dan tingkat cinta kepada manusia yang paling tinggi ada pada seorang Ibu, bukan hanya menjadi tolok ukur pribadi pencinta—ibu juga mempunyai cinta suci yang tak bisa ditandingi oleh siapapun. Selain itu, segala sesuatu yang kita lakukan tak lepas dari kehendak Tuhan termasuk rasa cinta. Maka cintailah Tuhanmu segenap hati, maka kamu tak akan sengsara dan kecewa dalam kehidupan cinta-mencinta yang fana ini. Adapula sebuah kalimat paling favorit dari Erich Fromm yang dikutip oleh penulis tentang proses mencari cinta ini yakni semakin keras manusia ingin selalu dicintai, maka ia akan mengalami kekecewaan dan penderitaan bertubi-tubi. Sebaliknya, sebuah nilai mencintai justru lebih dahsyat kebahagiaannya.