Menyelami Film Penuh Estetika di Love, Death & Robots

By pribadiprita - May 31, 2022



Serial Netflix berjudul Love, Death, & Robots memicu perhatian dengan visual yang menyegarkan mata dan alur cerita yang tak biasa. Secara harfiah, antologi merupakan turunan dari bahasa Yunani yang berarti “karangan bunga” atau “kumpulan bunga”. Artinya sebuah kumpulan dari karya-karya sastra dan dikemas dalam satu volume. Menurutku serial ini sangat memukau. Kolaborasi antara kesastraan dan animasi yang epik, membuat penonton memuji betapa menonjolnya filosofi dan estetika dari setiap cerita dan visualnya.

Adapun keseluruhan isi dari film ini sesuai dengan judul serialnya. Berisi soal cinta, kematian, ke-ilmiah-an, teknologi canggih, robot, dan masa depan. Kontennya pun mengandung adegan-adegan dewasa seperti peperangan berbau darah, kekejaman, kata-kata yang kotor, sampai aktivitas seksual dan telanjang. Woah......... jangan sampai ditonton oleh anak-anak ya! Tapi di luar itu, aku suka sama konsep serial ini. Mengandalkan waktu tak lebih dari 22 menit setiap episodenya bahkan ada yang cuma 7 menit saja, tapi seru abis! Deg-degannya dapet, dan yang paling penting makna, refleksi, dan pesan dari setiap episode deep banget. Singkat, padat, dan tajam. Applause!

Well, aku bakal bahas beberapa episode favoritku di semua volume, yuk simak!

1. The Witness (Vol. 1)

Bahwasanya episode ini menjadi salah satu yang terpopuler dan menerima banyak penghargaan di ajang festival film loh! Segi visual dari episode ini sangat berwarna dan mencolok. Enak dipandang, fokus dengan alur, dan memuaskan. Menceritakan seorang wanita muda yang tinggal di apartemen dan melihat pria berkacamata melakukan pembunuhan di seberang gedungnya. Setelahnya si wanita berlari takut dan menaiki taksi, sementara pria itu terus mengejarnya. Mereka saling berlari, mengejar dan bersembunyi bersama tubuh telanjang si wanita hingga berhenti di gedung kosong dan memulai ketegangan antara mereka berdua. Sampai penonton bertanya-tanya apa yang akan terjadi selanjutnya, akhirnya wanita berhasil membunuh lelaki itu. Tapi, ketegangan tidak berhenti di sini. Seorang lelaki seberang gedung melihat si wanita membunuh, dan tatapan wanita itu telah berubah layaknya si lelaki pembunuh pertama.

2. Zima Blue (Vol. 1)

Seorang jurnalis wanita mewawancarai seniman yang telah menutupi diri 100 tahun lamanya. Ia memutuskan perjalanan hidupnya dikisahkan kepada jurnalis satu ini. 

Mengaitkan idealis dan mencari jati diri, sang seniman sangat mencintai segala hal yang indah. Sehingga ia tersadar bahwa kosmos merupakan hal terindah yang tak terkalahkan dan jauh lebih baik bahkan oleh karya seninya sendiri. Perjalanan menuju kebenaran ini, membawa ia untuk mengadakan pameran seni terakhirnya.

Semua pengunjung sangat tidak sabar menunggu keindahan sang seniman yang seperti biasanya, namun pameran seni kala itu hanya menampilkan kolam minimalis berwarna biru. Sang seniman menambah kejutan lagi dengan melepas jubahnya. Ia berbalut listrik, ia berubah menjadi robot! Dan itu hal terakhir yang ia lakukan untuk mencoba setara dengan alam semesta yang nyatanya tak akan pernah bisa. Hingga ia menjalankan aksi seninya itu, ia menjatuhkan diri ke kolam penuh air, dan tenggelam. Ia dan tubuhnya listriknya itu meyatu dengan alam. Bersama kosmos yang indah tiara tara.

Ia mati, kecuali mahakaryanya.
 
3. Pop Squad (Vol. 2)

Kisah ini seakan mengejek manusia yang mendambakan dunia utopis, di mana manusia menemukan jawaban untuk hidup abadi. Namun ada risikonya, yaitu manusia tidak boleh mempunyai anak. Briggs, seorang polisi yang ditugaskan untuk membunuh anak-anak dan orang-orang yang melanggar hukum (ingin punya anak). Kasus ini sangat relate dengan keadaan zaman sekarang. Entah soal keputusan tidak masuk akalnya pemerintah sampai ke bagaimana para atasan mencoba mengatasi masalah dengan memunculkan masalah baru yang lebih konyol, tapi mengerikan.

4. The Drowned Giant (Vol. 2)

Berlatar di tepi pantai menampakan mayat lelaki raksasa yang telanjang bulat, semua warga di sekitar tampak heboh dengan fenomena tersebut. Dengan sudut pandang sang peneliti, kejadian aneh ini cukup mengganggu pikirannya. Namun hal itu terkalahkan oleh sebagian besar perilaku warga di sana. Kehebohan itu dengan cepat berubah menjadikan tubuh raksasa sebagai tempat wisata dan bermain. Segala bentuk yang ada di tubuh manusia raksasa itu dijadikan lelucon. Hingga didapat semakin hari tubuhnya semakin busuk, manusia mulai mengambil beberapa sisa bagian tubuhnya untuk dijadikan hiasan, tontonan, pajangan dan semacamnya. Setelah habis dan bosan, semuanya pergi. Tak ada lagi kunjungan bagi manusia raksasa itu lagi.

Well, begitulah sifat manusia. Mudah datang, mudah pergi. Cepat heboh, cepat lupa.
  
5. Three Robots: Exit Strategies (Vol. 3)

Episode ini mengingatkan kembali trio robot yang ada di volume satu diantaranya K-VRC, XBOT 4000, dan 11-45-G. Seolah melanjutkan perjalanan mereka yang belum usai. Menjelajahi dunia post-apocalyptic yang mana manusia telah punah. Tersisa puing-puing hasil dari teknologi yang manusia ciptakan, juga beberapa gedung yang usang. Menurutku, episode ini cukup menarik. Kalau kita sedari kecil diceritakan soal kepunahan binatang atau manusia purba, mungkin pada masa depan kitalah yang punah, dan kita sendiri menjadi peran utama dalam cerita sejarahnya makhluk baru yaitu robot; sebagai bentuk dan revolusi baru kehidupan yang semakin maju. Hmmm, kira-kira jika robot punah, siapa lagi ya makhluk baru yang meneruskan pengalaman baru? Well, itu hanya imajinasiku saja. Lagi pula, tak ada yang bisa melakukan suatu hal selayak yang dikerjakan manusia di dunia ini bukan? Mungkin fenomena besar di episode ini hanya memberi pelajaran pada manusia agar tak terlalu terobsesi dengan ciptaan mereka. Walaupun keterampilan manusia layak diakui, namun kesempurnaannya tidak.

Selain itu, di episode ini disebutkan bahwa manusia tak sepenuhnya punah. Melainkan menyelamatkan diri ke planet Mars dengan syarat-syarat tertentu; yakni manusia 'berkualitas' saja yang bisa melanjutkan hidup. Baca juga: Exodus ke Planet Lain Bareng Muse!

6. Jibaro (Vol. 3)

Sebuah pulau yang indah menyembunyikan seorang wanita emas yang indah pula. Wanita ini punya keunikan suara yang mampu mengalahkan sekitarnya termasuk manusia. Para lelaki di hutan terpikat dengan suara wanita ini hingga ketertarikan mereka mengantarkan kepada kematian. Mereka tenggelam di pulau itu seolah terkena hipnotis wanita emas kecuali satu lelaki tuli.

Sebaliknya wanita emas malah terpikat dengan lelaki tuli ini. Namun sayang, pada akhirnya kejadian ini hanyalah kisah tragis yang menumpahkan banyak darah. Bagi lelaki tuli, tak ada cinta untuk wanita emas ini. Bagi wanita emas yang tersisa rasa sakit, membuat ia kembali pada tugas dan takdirnya, yaitu membunuh. 

Menonton episode ini aku terpaku hanya pada layar untuk memahami, sekaligus estetika yang dibangun sangat memukau. Suara, tarian, tatapan. Itu yang digambarkan di episode ini.

***

Menurutku, semua hal soal film ini sangat menarik untuk dibahas, karena di dalamnya mengandung segala hal yang relate banget sama keadaan dunia sekarang. Teknologi, politik, kontroversial. Dikemas secara filosofis agar semua orang dapat mengambil hikmah dari kisah-kisah tersebut. Selain itu, serial yang menggambarkan paradoks utopia ini menjelaskan bahwa fantasi manusia yang ingin mencapai kesempurnaan hidup dan kepraktisannya, telah kehilangan segala macam emosi. Seperti kehilangan rasa tanpa nilai, daya juang, tanpa proses, tanpa harapan. Yang ada, tersisa segala macam kekejaman. Sebab semua telah terpenuhi oleh sistem di puncaknya hingga tak ada makna.

elaeis.co/paradoksutopia

Yang udah nonton serial ini, punya pendapat lain? Share your POV!


  • Share:

You Might Also Like

0 comments