Ilustrasi: pribadiprita.blogspot.com |
Halo semuanya!
Kali ini aku mau bercerita tentang perjalanan menulisku mulai dari duduk di bangku sekolah dasar hingga detik ini. Loh? Dari sekolah dasar? Aku ngapain aja? Bukan! Ini bukan tentang segudang prestasi karya menulisku hasil ikut lomba atau telah menghasilkan karya yang sekeren itu sedari 'orok'. Perjalanan menulisku benar-benar bermula dari rasa suka hingga menjadi..... menjadi apa ya? Hahaha. Yuk simak kisah sederhanaku.
Entah di umur berapa, waktu itu sedang tren bikin mading-madingan di kamar sendiri. Menempel, membuat, dan menggantungkan apapun di styrofoam. Mulai dari foto, gambar dari mana saja yang aku gunting, dan bahkan menulis ulang sebuah lirik lagu lalu dipotong sedimikian rupa bentuk kertasnya agar telihat aestaetic (walaupun akhirnya gak sesuai ekspektasi), semuanya digantung pakai push pin. Dari sekian banyak karya ala-ala yang aku buat waktu itu, paling banyak adalah menulis ulang lirik lagu yang lagi suka didengerin pada saat itu. Suka dalam arti alunan musiknya dan liriknya. Yap! Aku memang suka musik banget. Mulai dari situ, aku mengetahui perbendaharaan kata dari lirik lagunya. Sampai akhirnya, secara tidak sadar, hal itu membuat pikiranku terbentuk oleh kata-kata puitis, kiasan, padanan kalimat, sampai ke membangun cerita dari sebuah kata-kata.
Setelah tren tadi berkurang popularitasnya, buku diary menjadi pelarian dan temuan baru buatku untuk mencurahkan kata-kata apa saja. Lagi gak galau pun aku galau-galauin dibikin kata-kata. Hahaha se-alay itu guys. Sayangnya gak ada kenang-kenangan yang disimpan olehku. Semuanya lenyap hanya karena gak mau liat aku yang se-alay itu lagi. Padahal kalau dipikir-pikir, alaynya pun sesuai umur dan jaman kok. Haha. Tapi aku ingat secara fisik salah satu buku diary-ku yang aku sayang banget.
Waktu itu sudah memasuki SMP, aku punya teman yang suka baca novel, namanya Neera. Dari situ juga, Neera membawa aku jadi suka baca, yang awalnya suka nulis (walaupun masih asal) doang. Novel pertama kali yang aku baca sampai bisa menyentuh lubuk hatiku (beneran nangis) adalah bukunya Tere Liye berjudul Hafalan Sholat Delisa. Aku langsung jatuh cinta sama novel dan berkembang ke jenis buku lainnya. Lagi-lagi Neera yang suka baca buku termasuk buku terjemahan, merekomendasikan sebuah novel karya Tonya Harley berjudul Ghost Girl. Itu menjadi novel kedua yang aku baca. Oke itu sekilas info. Lanjut lagi ke ciri-ciri buku diary yang aku beli bareng Neera di Toko Point Samudra, Jl. Merdeka No. 62A, samping BIP, Kota Bandung. Berawal niat ke Gramedia, tapi kita mampir dulu ke toko alat tulis. Aku langsung menemukan buku diary berwarna biru muda tepat berada di bagian depan toko bersama tumpukan buku tulis lainnya. Kalau gak salah ada gambar timbul yang eye catching bagi seorang bocah ingusan ini, ditambah yang lebih menariknya lagi ada gembok dan kunci mungil sehingga gak bisa sembarang dibuka oleh siapapun selama aku memegang kuncinya. Keren kan? Hahaha. Bukunya juga dibalut box dengan warna senada, biar ada kesan eksklusif dari buku itu. Harganya dibrandol kira-kira Rp 80.000,00. Bayangin aja aku serela itu membeli buku diary yang menurutku harganya mahal untuk seukuran anak SMP. Maklum, bekal per minggunya cuma Rp 75.000,00. Tanpa pikir panjang aku langsung meludeskan isi dompetku. Untungnya, dari dulu aku suka menyisihkan uang agar bisa membeli barang yang aku suka tanpa harus merengek ke orang tua. Sejak kehadiran buku diary itu, aku sering-sering menulis, kadang isinya pun unfaedah yang penting isinya penuh dan segera abis hahaha.
Kegiatan menulis dan membacaku hilang sejak duduk di bangku SMA. Gak tahu kenapa jadi lupa. Sesekali beli buku sih kalau kebetulan lewat Gramedia, tapi itu pun gak langsung beres bacanya. Menulis juga tidak menjadi hobi pada saat itu, hanya sekadar menyukai rangkaian kata dari mana saja yang aku temukan di timeline media sosial. Banyak tidur, main, dan bucin untuk waktu tiga tahun itu. Ehhhee.
Tapi, yang perlu digarisbawahi, dari serangkaian cerita SD, SMP, hingga SMA aku tidak sadar loh bahwa aku suka menulis, apalagi kepikiran punya potensi di sana. Gak sama sekali. Aku hanya menganggap bahwa itu sesuatu yang impulsif. Kalau aku lagi suka sesuatu ya lakuin, kalau lagi enggak suka atau monoton gak dilakuin. Dan aku juga dulu orangnya random abis. Di saat orang lain punya cita-cita idaman sejak SD, jujur aku gak tahu mau jadi apa. Gambaran itu baru terpikirkan saat aku duduk di bangku kelas tiga SMA, dihadapkan dengan perguruan tinggi yang punya ribuan jurusan ilmu.
Sampai akhirnya masuk ke tingkat perguruan tinggi, mengambil bidang administrasi. Kecintaan pada rangkaian kata muncul kembali pada tahun kedua kuliah. Memutuskan bergabung dengan salah satu unit kegiatan mahasiswa di bidang jurnalistik atau pers. Saat berkecimpung tiga tahun lamanya di bidang ini, aku merasa menemukan ilham dan membuka mata bahwa ternyata aku benar-benar menyukai dunia ini. Menemukan bakat, minat, dan kecintaan seperti anugerah buatku. Yang tadinya aku gak sadar, dengan menggeluti dunia ini aku merasa sebahagia itu.
Berawal dari reporter biasa, kemampuan beradaptasi menulisku cukup bagus dengan organisasi pers ini. Dimulai dari menulis berita, feature, hingga sastra. Di tahun yang sama, aku mendapat tawaran menjadi Plt Redaktur, menggantikan posisi kakak seniorku yang sedang menjalani program Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari kampus. Tahun kedua, posisiku akhirnya bukan sebagai pengganti lagi, melainkan resmi menjadi Redaktur, yang tugasnya masih sama. Yaitu mengedit tulisan dari para reporter, tanpa menghilangkan pekerjaan dasar seorang jurnalis, yakni masih melakukan peliputan ke beberapa tempat dan bertemu berbagai narasumber yang luar biasa. Tahun terakhir, aku naik pangkat jadi Pemimpin Redaksi. Tapi jujur, kerjaku saat di posisi ini jauh gak lebih maksimal dibandingkan saat menjadi Redaktur. Memang belum percaya diri, dan merasa hanya menguasai sampai posisi Redaktur saat itu.
Berbelit dengan jadwal organisasi di jurusanku, menjadi salah satu faktor kinerja yang kurang baik saat menjadi Pemimpin Redaksi. Selain itu, aku juga sedang menjadi ketua pelaksana salah satu festival yang ukurannya lumayan besar menurutku. Seselesainya acara festival itu pun aku masih punya tanggungjawab yang berat karena harus membayar biaya yang kurang. Hingga akhirnya keadaan sulit itu membawaku pada seorang pria yang sedang mengembangkan konten website. Karena orientasinya uang, aku hanya bekerja selama satu bulan di sana menjadi reporter lepas. Sempat ditawarkan untuk menetap bahkan diiming-iming akan menjadi redaktur, aku tetap tidak mau. Konsep media yang tak sejalan menjadi salah satu alasanku tidak memperpanjang kontraknya.
Setelah lulus dari kampus, otomatis lulus sebagai member pers juga. Lepas dari semua kegiatan rutinku itu, aku mencari pelarian lain untuk menulis. Sampai akhirnya menepi di sebuah platform para penulis, yaitu WordPress. Sempat membuat beberapa tulisan tapi tidak percaya diri jika dibaca khalayak umum membuatku menutup akun. Fase ini membuatku cukup berpikir lama, kira-kira platform mana yang bisa menutupi rasa malu menulisku. Agar bebas menulis tanpa ada beban jika mendapatkan komentar memalukan nantinya.
Berhasil melewati pencarian itu, aku menemukan tempat persembunyian yang saat ini kurang populer di kalangan warganet Indonesia. Yap, Tumblr! Sebagai orang yang suka nulis dan musik, fitur-fitur di Tumblr udah lengkap banget. Heran aja, kok orang-orang bisa beranjak dari media sosial yang menggemaskan ini. Padahal media ini sudah punya semua fitur yang mewakili media sosial populer lainnya, bisa upload apapun.
Ketidakpercayaan diri dan rasa malu tidak terus menerus aku tanam. Selama bersembunyi sambil belajar di Tumblr, aku menemukan gaya kepenulisan yang membuatku percaya diri bahwa tulisanku dapat diterima, layak dibaca, dan mampu dapat perhatian orang lain. Jasa Tumblr sangat berarti buatku karena sudah merekam jejak perjuangan menulisku. Walaupun udah super jarang upload apapun disana, Tumblr masih menjadi media sosial kesayangan buatku. Terima kasih Tumblr!
Lanjut! Aku langsung menyusul blogger lainnya memanfaatkan platform gratisan terobosan Google. Blogspot menjadi pilihanku hingga detik ini untuk berbagi dan siapa tahu bisa menginspirasi. Terjun ke tempat ini, drama masih tak terlewatkan. Aku sempat berganti-ganti tampilan website, konsep, dan rubrik. Tapi, kali ini semua sudah rampung seperti tampilan yang bisa kalian lihat saat ini. Berjudul "Cerita Prita", blog ini mempunyai konsep kepenulisan seperti diary (kembali pada habitat awal saat masih bocah), aku menetapkan beberapa rubrik yang menjadi fokus pembahasanku. Pemilihan rubriknya disesuaikan dengan gaya dan kesukaanku. Sementara ini masih belum terlalu memikirkan kemauan pasar sih. Tapi untuk apresiasi diri, aku sudah aktifkan adsense di blogspotku.
Setelah itu apa? Sejauh ini aku menjadi halftime blogger yang punya pekerjaan rutin di bidang pelayanan masyarakat dalam dunia pendidikan. Sedikit bocoran, aku juga lagi gabung project di bidang web content bersama orang-orang hebat di dalamnya. Lumayan banyak PR yang harus dikerjakan di sana, tapi lumayan optimis juga karena media satu ini udah punya track record yang bagus. Wish me luck!
5 comments
Aku penasaran sama project yang masih rahasia ini mbak
ReplyDeleteAku dulu bikin blog juga sebagai wadah buat sharing cerita alias diary online. Ga nyangka juga bisa bertahan sampe sekarang
Aku pun super excited! Mari berdoa supaya cpt launching🙈 hihi.
DeleteWah hebat dong mba, lanjutkan! Semoga aku juga bisa nyusul blogger2 lain kayak mba😬
Kita sedikit banyak sama :D. Mulai menulis dari SD, tapi aku lgs di buku harian mba :D. Dipikir2 memang sayang sih yaaa itu buku diary kenapa ga kusimpen. Semuanya aku buang, padahl aku nulisnya mulai dari SD kls 3 kalo ga salah inget, Ampe kuliah. Kuliah Krn udh mulai ada internet, ganti sasaran deh, nulis di Blog nya friendster yg bisa di setting private. Friendster mati, pindah ke multiply. Sampe mati juga dia :p.
ReplyDeleteBaru lah main di bloslgspot, dan skr wordpress. Udh ga pgn ganti lagi.
Cuma aku heran, kenapa aku ga tau ttg Tumblr ya wktu itu :D. Skr sih tau, tp udh telanjur nyaman di wordpress jd kayaknya ga pengen juga ganti2.
Wahh kayaknya perjalanan penulis emang awal awal ada rasa gak PD dengan tulisan sendiri, lalu sembunyi di platform yg agak private deh😅. Sampe akhirnya udah go public dan ngerasa nyaman. Seru bgt ya! Semoga hobi kita jd ladang cuan juga ya mba hihi😁
DeleteCan't wait
ReplyDelete